Buscar

Páginas

Tips Orangtua Hadapi Dunia ABG


(Foto: gettyimages)
(Foto: gettyimages)
REMAJA menjadi usia peralihan yang dihadapi sebagian orangtua dengan penuh ketakutan. Strategi tepat menghadapi remaja akan menjauhkan orangtua dari pikiran buruk dan kekhawatiran tak beralasan.

Kasus penculikan dan tindakan asusila terhadap vokalis Vierra jelas mengundang kekhawatiran bagi orangtua. Seperti diberitakan, Widi diculik tiga lelaki tak dikenal saat hendak pulang dari sebuah kafe di kawasan Kemang pada Rabu 6 Juli 2011, sekira pukul 04.00 WIB. Ia memang sempat disekap di dalam mobil selama 30 menit, tapi beruntung para penculik melepaskannya setelah tahu identitas Widi yang seorang artis.

Dunia remaja adalah dunia yang penuh warna di mana anak mulai penasaran untuk mengenal dunia di luar dirinya. Masa remaja juga kerap menjadi momentum bagi seorang anak untuk mendapatkan “tiket kebebasan” dari orangtua. Benarkah?

“Anak perlu bergaul, iya. Menurut saya, seorang anak yang belum berusia 21 tahun tetaplah anak-anak. Dia belum bisa bertanggung jawab terhadap dirinya. Di bawah usia itu, meskipun sudah punya KTP, dia masih jadi tanggung jawab orangtua, ada aturan tegas yang harus dia patuhi,” tutur psikolog Ratih Andjayani Ibrahim ketika dihubungi okezone, Kamis (7/7/2011).

“Mengapa 21 tahun? Ini sesuai tahapan perkembangan dari muda menuju dewasa bahwa secara fisik, emosional, dan sosial dia sudah siap diberikan tanggung jawab,” imbuhnya.

Banyak cerita bagaimana seorang remaja memberontak untuk mematuhi batasan dan aturan yang diberikan orangtua. Menurut Ratih, kunci kepatuhan anak terletak pada orangtua.

“Apakah orangtua bisa mengkomunikasikan aturannya secara baik dan apakah mereka bisa menjadi role model. Intinya, apakah orangtua bisa menjalankan fungsinya dengan baik? Wibawa harus ditegakkan di rumah,” tandasnya.

Wibawa dimaksud, tambah Ratih, bukan sikap otoriter melainkan keterbukaan lewat komunikasi. Seperti juga dikatakan psikolog Dra Emilia Naland MSi, komunikasi mencakup diskusi soal batasan yang diinginkan orangtua kepada anak.

“Sifatnya private karena setiap orangtua punya aturan yang berbeda untuk anak-anaknya, misalnya soal pulang malam; apakah anak wajib melapor, apakah orangtua boleh menelpon selama aktivitas anak di luar rumah, apakah anak boleh menginap di rumah temannya, dan sebagainya,” katanya kepada okezone lewat telepon seluler.

Orangtua sepatutnya juga menempatkan diri mereka pada dunia remaja. “Orangtua harus masuk ke dunia remaja. Harus paham bahwa ini adalah dunia yang unik, emosional, dan cara berpikir anak mulai berubah. Caranya, orangtua terlibat dalam akvitas anak,” imbuh psikolog dari Fame (Family and Community Education) ini.

Lantas, apakah anak tidak akan merasa risih bila “dibuntuti”? “Kalau sebelumnya orangtua enggak pernah mau tahu aktivitas anak dan pas remaja mau ikut campur, mereka pasti menolak. Orangtua sudah harus dekat sebelumnya,” ujarnya.

Rasa percaya bisa terbangun bila orangtua sudah menjalin komunikasi yang baik dengan anak sebelum akhirnya usia mereka menginjak remaja.

“Dengan relasi dan pengasuhan yang baik, anak enggak akan macam-macam kok. Sudah komunikasi baik saja kadang protes dan bertengkar kalau dilarang, apalagi kalau selama ini enggak ada interaksi,” tutup Ratih.

0 komentar:

Posting Komentar